Selamat Datang di Blog Ini

Minggu, 17 April 2011

Pengalaman Tak Terlupakan

Sejak bulan Mei tahun 2010 kami ditugaskan di kota Tarakan, Kalimantan Timur untuk proyek Jaringan Pipa Distribusi Gas Bumi Rumah Tangga. Selama proses kosntruksi semua berjalan dengan normal, masyarakat kota Tarakan sangat antusias dan mendukung penuh program ini. Namun pada akhir bulan September tahun 2010 kami mendapatkan pengalaman yang mungkin tidak akan terlupakan seumur hidup.

Hari itu, 27 September 2010 seperti biasa kami mulai menjalankan aktivitas pekerjaan sejak pagi. Hingga akhirnya sekitar pukul 12.00 WITE beredar kabar bahwa terjadi bentrokan antar dua kelompok massa di Perum Juata Korpri yang sebenarnya cukup jauh dari lokasi pekerjaan kami. Kemudian saya mendapat perintah melalui telepon untuk segera berkumpul di kantor dimana kami diperintahkan untuk menarik semua staff dan menghentikan semua aktivitas untuk sementara.
Suasana mulai tegang, toko-toko dan semua fasilitas publik mulai tutup. Kabar yang beredar masih simpang siur, namun untuk mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan kami semua berkumpul di kantor sekaligus mess di Jl. Yos Sudarso yang kebetulan tepat berada di tengah kota Tarakan. Dan sekitar pukul 14.35 WITE lewatlah arak-arakan massa dengan membawa berbagai senjata tajam.




Walaupun sedikit tegang namun saya dan teman-teman masih berusaha untuk tenang dan berdoa semoga keadaan tidak menjadi lebih buruk. Koordinasi dengan petugas keamanan dan instansi pemerintah terus dilakukan oleh pimpinan kami untuk mencari informasi. Namun informasi masih simpang-siur, hanya satu perintah yang sama dari berbagai sumber "Jangan keluar dari rumah/kantor apapun yang terjadi".

Saat malam menjelang keadaan belum juga membaik. Bahkan tepat di depan kantor ada sekelompok massa dengan senjata tajam melakukan sweeping pada semua kendaraan yang lewat, entah siapa yang dicari. Kami bahkan menyaksikan saat sebuah dump truck dipukul dengan tombak karena menolak untuk berhenti. Sweeping berlanjut selama hampir satu setengah jam hingga pukul 22.00 WITE lalu datanglah satu truck polisi yang menghalau massa yang melakukan sweeping tadi. Benar-benar mencekam karena petugas juga melepaskan tembakan ke udara untuk menghalau massa.

Karena tidak bisa tidur dengan lelap kami semua berkumpul di balkon lantai 3 sehingga bisa terus memantau keadaan. Pukul 24.00 WITE beredar kabar melalui pesan singkat bahwa sebuah rumah di pusat kota (belakang hotel SwissBel) telah dibakar dan memang benar asap dan apinya terlihat jelas dari kantor kami. Jujur saat itu saya merasa sangat takut, teringat dengan keluarga dan rasanya ingin pulang. Begitu juga dengan teman-teman yang lain. Tak lama kemudian kami mendapat telepon dari pimpinan yang menginstruksikan untuk segera berkemas karena kami semua akan dievakuasi.

Bayangkan kacaunya suasana saat 26 orang berkemas dalam waktu serentak ditambah sedikit perasaan panik. Saat itu sekitar pukul 02.00 WITE dinihari.




Tapi yang ada dipikiran kami semua saat itu adalah bagaimana caranya agar bisa cepat pulang, karena tujuan kami hanyalah bekerja dan sama sekali tidak ingin terlibat dalam hal ini. Hingga tanggal 28 September 2010 pukul 04.00 WITE kami mendapat kabar lagi bahwa evakuasi belum bisa dilakukan karena semua akses jalan ditutup, kami semua semakin panik bahkan ada seorang teman yang menangis karena tidak mampu lagi menahan emosinya.

Seorang rekan senior mencoba untuk menenangkan kami dan menghibur hingga mengajak untuk membuat sarapan. Memang sejak kemarin sore kami belum mengkonsumsi apa-apa dikarenakan kami tidak bisa keluar kemana-mana. Mungkin perlu diketahui bahwa kami makan dengan cara membeli dan jarang sekali menyimpan bahan makanan di kantor. Yang biasa disiman hanyalah mi instan yang tidak seberapa jumlahnya. Maka pagi itu kami hanya bisa saraan mi instan bersama-sama. Kebersamaan inilah yang membuat kami bisa bertahan saat itu.

Pukul 06.00 WITE kami mendengar ada aktivitas di depan kantor, ternyata itu adalah warga yang melakukan evakuasi ke Markas TNI AL yang jaraknya sekitar 500 meter dari kantor kami.




Kami bertanya-tanya dalam hati bagaimana dengan nasib kami? Tanpa sadar satu-persatu telepon genggam kami mulai berbunyi, ternyata kejadian ini sudah disiarkan di berbagai media baik cetak maupun elektronik, sehingga keluarga di rumah sangat mengkhawatirkan keadaan kami. Dari informasi sebuah media elektronik Bandara Juwata Tarakan ditutup dan tidak ada penerbangan baik masuk maupun keluar. Kami semakin cemas dengan keberadaan kami di kota ini.

Dari hasil komunikasi dengan pimpinan kami yang berada di mess yang berbeda mereka sedang mengusahakan bantuan dari Detasemen Polisi Militer untuk evakuasi kami. Namun hingga siang menjelang evakuasi belum juga bisa dilakukan. Kamipun pasrah dan hanya bisa mengikuti perkembangan keadaan melalui media elektronik dan sambungan telepon genggam. Siang berganti malam baik persediaan air dan mi instan sudah semakin kritis. Mungkin perlu diketahui juga bahwa di mess kami air baik untuk minum ataupun mandi harus dibeli karena sambungan dari PDAM tidak ernah mengalir. Jadi jika tidak membeli sehari saja maka kami tidak akan bisa melakukan kegiatan MCK.

Ada kejadian aneh pada malam hari 28 Setember 2010 sekitar pukul 20.00 WITE. Secara bergantian telepon selular kami dikirimi pesan yang isinya cukup membuat jantung berdetak kencang. Rata-rata berisikan peringatan agar jangan keluar dan segera menutup pintu/jendela rapat-rapat karena akan diadakan sweeping secara besar-besaran. Pesan ini dikirimkan pada 9 orang dari 26 orang yang ada di mess termasuk saya sendiri. Saya heran darimana mereka mengetahui nomor telepon selular kami? Dan semuanya menggunakan nomor yang berbeda pula. Lengkaplah sudah kegelisahan dan kegalauan kami. 

Baru pada tanggal 29 September 2010 kami bisa dievakuasi dengan 2 buah mobil Toyota Avanza. Karena tidak ingin meninggalkan satu orangpun terpaksa salah satu mobil diisi hingga 10 orang penumpang. Kami menuju ke mess lainnya yang kebetulan berdekatan dengan markas KODIM Tarakan dan markas Detasemen Polisi Militer Tarakan, dikawal oleh seorang anggota Babinsa. Syukur hingga sampai ke tujuan tidak ada halangan apapun. Yang kami lihat hanyalah gelombang evakuasi yang terus ada menuju ke markas-markas aparat keamanan dan fasilitas-fasilitas umum yang tutup sehingga Tarakan layaknya kota mati.

Selama 1 hari kami tinggal di mess tersebut sebelum akhirnya pada tanggal 1 Oktober 2010 kami diijinkan kembali ke mess kami dengan jaminan dari Kepala Satuan Intelijen Polisi Militer dan pihak kepolisian dengan catatan tidak diperkenankan melakukan kegiatan apapun di lapangan. Dengan perasaan was-was kamipun kembali ke mess kami. 

Saat itu benar-benar tidak akan terlupakan bagi saya pribadi. Yang benar-benar terasa disaat jauh dari keluarga adalah adanya teman. Kami merasakan suka dan duka bersama. Bagi saya teman juga termasuk keluarga. Semoga Tarakan bisa terus damai dan negara Indonesia bisa terus maju melakukan pembangunan.

Catatan :
1. Foto diambil dari kamera telepon seluler secara amatir.
2. Artikel ini tidak dimaksudkan untuk mendiskreditkan kelompok, golongan, etnis atau agama tertentu karena hanya dimaksudkan untuk menggambarkan kegalauan kami saat kejadian.
3. Komentar harap tidak menyinggung kelompok, golongan, etnis atau agama tertentu.

1 komentar: